Jumat, 12 September 2014

Sejarah Indonesia

C.      Corak kehidupan dan hasil-hasil budaya manusia pada masa praaksara Indonesia
Masa prasejarah atau praaksara merupakan masa kehidupan manusia sebelum mengenal tulisan. Pada masa ini, kehidupan manusia masih sangat primitif. Namun, manusia pada masa ini tetaplah makhluk hidup. Mereka hidup, bergerak, dinamis, berpikir, bahkan memiliki berbagai kebutuhan seperti halnya kita. Perbedaannya, mereka masih sangat primitif sehingga dengan segala keterbatasannya mereka melakukan segala aktivitas dengan sangat sederhana.
Zaman praaksara sering juga disebut sebagai zaman prasejarah atau zaman nirleka. Nir artinya tidak dan leka artinya tulisan. Jadi kesimpulannya, pada zaman ini manusia masih belum mengenal tulisan. Batas antara zaman prasejarah dan zaman sejarah adalah dengan ditemukannya tulisan dalam kebudayaan manusia.
Dimulainya zaman sejarah pada setiap bangsa itu berbeda-beda, hal itu tergantung dari tingkat peradaban masing-masing bangsa. Bangsa yang pertama kali menggunakan tulisan dalam kebudayaan mereka adalah bangsa sumeria. Sekitar 3000 tahun sebelum masehi, mereka terbukti telah membuat ukiran diatas tanah liat , yang dipercaya berisikan simbol-simbol yang merepresentasikan angka-angka.  
Berdasarkan penemuan-penemuan hasil kebudayaannya yang memiliki karakteristik yang berbeda antara satu masa dengan yang lainnya, maka corak kehidupan masyarakat praaksara (prasejarah) menurut para ahli sejarah dapat dibagi menjadi tiga masa, yaitu :
  1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang berhubungan dengan kegiatan berburu dan terbuat dari batu.
  2. Masa bercocok tanam, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang digunakan sebagai alat bercocok tanam (pertanian) yang sederhana (masih terbuat dari batu).
  3. Masa perundagian, pada masa ini ditemukan peralatan-peralatan yang telah menggunakan bahan dasar logam.

Hasil-Hasil Budaya Manusia Pada Masa Praaksara Indonesia
  1. Hasil Kebudayaan Paleolithikum
Kebudayan paleolithikum merupakan kebudayaan batu, dimana manusia masih   mempergunakan peralatan yang terbuat dari batu, serta teknik pembuatanya masih kasar. Secara garis besar, kebudayaan paleolithikum dibedakan:
a. Kebudayaan Pacitan
, ditemukan oleh Von Koenigswald, alat yang ditemukan berupa kapak genggam, serta alat serpih yang masih kasar, yang diperkirakan hasil kebudayaan manusia jenis Meganthropus.
 b. Kebudayaan Ngandong
merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur, alat yang       ditemukan berupa peralatan yang terbuat dari tulang dan tanduk rusa, yang diperkirakan sebagai alat penusuk, belati, atau mata tombak.
  1. Kebudayaan Mesolithikum,
atau kebudayaan jaman batu madya. Hasil peninggalan kebudayaan adalah ditemukannya kebudayaan Kjokkenmoddinger dan kebudayaan abris sous roche. Kjokkenmoddinger merupakan sampah dapur yang berupa tumpukan kulit kerang, yang di dalamnya ditemukan kapak genggam/pebble dan kapak pendek. Abris sous roche, merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua, ditemukan peralatan dari batu yang sudah diasah, serta peralatan dati tulang dan tanduk. Banyak ditemukan di daerah Bojonegoro, Sulawesi Selatan, serta Besuki.
  1. Kebudayaan Neolithikum
, merupakan hasil kebudayaan jaman batu baru, dengan  pembuatan yang lebih sempurna, serta lebih halus dan disesuaian dengan fungsinya. Alat pada masa ini digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Alat yang terkenal dari masa ini adalah kapak persegi dan belinug persegi. Kapak persegi mirip dengan cangkul, digunakan untuk kegiatan persawahan dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kapak lonjong adalah alat dari batu yang diasah dan berbentuk lonjong seperti bulat telur. Daerah penemuannya di Indonesia timur, seperti Minahasa dan Papua.

4. Kebudayaan Logam
disebut juga hasil kebudayaan dari masa perundagian. Disebut sebagai masa perundagian karena manusia sudah mulai mengenal dan menguasai teknologi tahap awal, dengan mulai mengembangkan ketrampilan pertukangan untuk membuat peralatan yang sesuai kebutuhan hidup.Pada masa itu sudah dikenal peralatan yang terbuat dari perunggu dan besi. Berikut ini merupakan peninggalan dari masa perundagian:
  • peralatan dari besi,yang berupa beliung, cangkul, mata pisau, mata tombak dan sabit
  • Gerabah, yakni peralatan yang terbuat dari tanah liat, 
  • Pakaian, merupakan pakaian yang terbuat dari kulit kayu,
  • Perhiasan, berupa gelang dan kalung, baik yang terbuat dari batu dan kerang, maupun yang terbuat dari perunggu,  
  • Nekara, merupakan tambur yang berbentuk seperti dandang terbalik, digunakan dalam upacara pemujaan, sehingga alat ini di anggap suci. Banyak ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Pulau Selayar, Pulau Roti.
  • Kapak perunggu atau juga disebut kapak corong atau kapak sepatu.

5. Kebudayaan Megalithikum,
ditandai dengan munculnya bangunan-bangunan yang dianggap suci dengan menggunakan batu-batu yang berukuran besar. Kebudayaan megalitik banyak berhubungan dengan kegiatan keagamaan terutama dalam kegiatan pemujaan roh nenek moyang. Hasil kebudayaan megalitikum antara lain:
a.      Menhir, merupakan tiang atau tugu batu yang digunakan untuk pemujaan dan peringatan akan roh nenek moyang.
b.      Dolmen, merupakan bangunan seperti meja yang terbuat dari batu yang digunakan untuk meletakan sesaji dan pemujaan arwah nenek moyang.

c.       Sarkofagus dan Kubur batu
merupakan keranda yang terbuat dari batu, dan kubur batu yang terbuat dari lempengan batu.
d.      Punden berundak, merupakan bangunan untuk pemujaan dan tersusun secara bertingkat.

1)        Masa Bercocok Tanam, Budaya Neo Iithik
a.      Asal-usul manusia
Ketika kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi oleh alam, manusia tidak perlu bersusah payah menghasilkan dan mengolah makanan, mereka cukup mengambilnya dari alam. Akan tetapi, ketika alam tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup, manusia praaksara (prasejarah) tidak lantas berdiam diri. mereka mulai memikirkan bagaimana caranya untuk menghasilkan makanan (food producing). Dari sinilah muncul bahwa manusia perlu mengolah alam. Dengan demikian corak kehidupan manusia pun berubah dari berburu dan mengumpulkan (meramu) makanan menjadi bercocok tanam. 

Pada awal bercocok tanam, mereka melaksanakan peladangan berpindah atau pertanian lahan kering (shifting cultivation). Pelaksanaan system ini dilakukan dengan cara membuka hutan untuk ditanami dan mereka akan berpindah lokasi pertanian ke lahan yang lain apabila dirasa lahan yang mereka tanami sudah tidak produktif lagi. System peladangan dapat dilaksanakan oleh mereka ketika jumlah penduduknya masih sedikit, dan hutan sebagai lahan pertanian masih luas. Karena jumlah penduduk bertambah, kebutuhan bahan makanan semakin banyak dan akibatnya system perladangan lambat laun menjadi tidak efektif lagi, ditambah lahan pertanian yang diubah menjadi lahan pemukiman.

Masyarakat awal mulai memikirkan cara mengatasi hal ini sampai akhirnya mereka menemukan jalan keluarnya, yaitu dengan jalan pertanian yang menetap dan mempertahankan kesuburan tanah dengan pemupukan. Pertanian menetap dilakukan di lahan kering maupun lahan basah. Jenis tanaman di lahan kering meliputi sayuran dan jenis yang biasa pada lahan perladangan, yaitu padi, keladi, ubi jalar, kacang-kacangan, dan berbagai jenis tanaman musiman serta tahunan seperti buah-buahan dan biji-bijian.

b.      Corak kehidupan sosial-ekonomi
Setelah kehidupan masa berburu dan mengumpulkan makan terlampau maka manusia mengingkatkan ke suatu masa, yaitu masa bercocok tanam. Masa ini sangat penting bagi sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber – sumber ala bertambah cepat. Hewan dan tumbuhan mulai dipelihara dan diizinkan. Untuk membuka tanah pertanian mereka gunakan dengan cara menebang dan membakarnya sehingga terciptalah sawah ladang yang bisa ditanam. Untuk mencukupi kebutuhan protein hewan mereka tetap berburu binatang di hutan serta menangkap ikan di sungai atau laut.
Pada masa ini tanda – tanda kehidupan menetap sudah mulai nampak. Mereka hidupa berkelompok di tempat tinggi atau rumah panggung. Mereka sudah mulai memikirkan kebutuhan bersama, bekerja sama, gotong – royong, dan sebagainya. Populasi mereka makin lama makin tambah besar sehingga kebutuhan mereka makin besar pula. Bertempat tinggal di perkampungan menimbulkan berbagai macam akibat yang sebelumnya tidak ada. Mereka bertempat tinggal tetap tidak berpindah – pindah sehingga sampah makin lama makin menumpul dan menimbulkan polusi lingkungan.
Kehidupan budaya pada masa bercocok tanam sudah menunjukkan adanya kemajuan yang berarti. Menemabg hutan, membersihkan semak belukar, menabur benih, memetik hasil, berburu. Membuat gerabah, dan menagkap ikan semuanya dengan cara bergotong – royong. Biarpun demikian pembagian antara laki – laki dan perempuan sudah nampak jelas. Laki – laki bisanya berburu kerena membutuhkan tenaga yang banyak, menangkap ikan di laut lepas, membangun rumah, membuka hutan. Sementara perempuan tugasnya menangkap ikan di sungai dekat rumahnya, membuat gelisah, membimbing anak – anaknya, menabur benih, memetik hasilnya. Dengan demikian terjalin kerja sama dan saling mengisi dalam kehidupan rumah tangga. Kepentingan masyarakat berada di bawah kepentingan pribadi. Semua itu berjalan karena melalui komunikasi yang murni serta dipimpin oleh seorang kepala yang dipatuhi bersama sama serta jujur.
Alat- alat yang dihasilkan pada masa bercocok taman adalah beliung persegi fungsinya sebagai cangkul kapak karena bentuknya lonjong. Benda –benda tersebut banyak ditemukan di daerah Maluku, Irian Jaya, dan Sulawesi Utara , Mata panah sebagai mata tombak untuk berburu, gerabah dan perhiasan.

c.       Hasil-hasil budaya
Hasil-hasil kebudayaan masyarakat pada tahapan kehidupan bercocok tanam antara lain.
a.       Beliung persegi
Umumnya berbentuk memanjang dengan penampang lintang persegi semua bagian beliung ini diasah secara halus kecuali pada bagian pangkalnya yang merupakan tempat ikatan tangkai. Beliung persegi ini ditemukan antara lain di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.
b.      Kapak lonjong
Kapak ini mempunyai bentuk yang lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagian yang tajam, kapak ini memiliki ketajaman yang simetris, pada umumnya kapak ini terbuat dari batu kali berwarna kehitam-hitaman. Di Indonesia kapak ini hanya ditemukan dibagian timur yaitu Sulawesi, Sangihe-Talaud, Flores, Maluku, Leti, Tanibar, dan Irian.
c.       Gerabah
Pada awalnya, pembuatan gerabah masih sangat sederhana yaitu dikerjakan dengan tangan. Gerabah ini ditemukan antara lain di Anyer, Kendenglembu (Banyuwangi), Klapadua (Bogor), Serpong (Tangerang), Plawangan, Gilimanuk, dan disekitar bekas danau Bandung.
d.      Mata panah
Alat ini digunakan untuk kehidupan berburu. Tempat-tempat penting penemuan mata panah ini ada di Jawa Timur, yaitu di Sampung (Gua Lawa), Tuban (Gua Gede dan Kandang), Besuki (Gua Petpuruh), Bojonegoro (Gua Kramat dan Lawang), dan Punung (yang tersebar dipermukaan bukit-bukit kecil di Song Agung, Sembungan, Gunung Galuh). Di Sulawesi Selatan, mata panah ditemukan tersebar di beberapa gua di pegunungan kapur Maros.
e.       Alat pemukul kulit kayu
Alat ini ditemukan di Kalimantan Tenggara (di Ampah) dan di Sulawesi Tengah (Kalumpang, Minanga Sipakka). Alat ini berguna untuk menyiapkan bahan pakaian dengan cara memukul-mukul kulit kayu sampai halus.
f.       Perhiasan
Pada masa ini perhiasan gelang dari batu dan kerang sudah dikenal. Bahan dasar perhiasan berasal alam yang ada disekitar seperti tanah liat, batu, dsb. Berbagai bentuk perhiasan sudah dikenal antara lain gelang, kalung, dsb. Perhiasan ini ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

d.      Sistem kepercayaan
Pada masa bercocok tanam, kepercayaan manusia purba masih bersifat animisme, dinamisme, dan totemisme. Namun, sudah lebih meningkat dibandingkan masa sebelumnya. Pada masa ini dilakukan upacara-upacara penghormatan terhadap roh nenek moyang. Upacara yang paling mencolok adalah upacara pada waktu penguburan terutama bagi meraka yang dianggap terkemuka oleh masyarakat.
Orang yang mati biasanya dibekali dengan bermacam-macam barang yang dipakai sehari-hari seperti periuk, perhiasan, dan sebagainya yang dikubur bersama-sama. Maksudnya adalah agar roh orang yang meninggal tidak akan tersesat dalam perjalanan menuju ke tempat arwah nenek moyang atau asal-usul mereka. Jika tempat yang dianggap sebagai tempat arwah terlalu jauh atau sukar dicapai, maka orang yang mati cukup dikuburkan di suatu tempat dengan meletakkan badannya terarah ke sebuah tempat yang dimaksud, yaitu tempat roh.
Pada masa bercocok tanam, orang yang meninggal dunia mendapat penghormatan khusus. Ini dibuktikan dengan banyak ditemukannya bendabenda berupa susunan batu besar dalam berbagai bentuk dan biasanya disebut bangunan megalithikum. Bangunan megalitik tersebar hampir di seluruh kepulauan Indonesia. Bentuk bangunan yang bermacam-macam itu mempunyai maksud utama yaitu pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Bangunan yang paling tua mungkin berfungsi sebagai kuburan. Bentuk-bentuk tempat penguburan dapat berupa: dolmen, peti batu, bilik batu, sarkofagus, kalamba atau bejana batu, waruga, batu kandang dan temu gelang. Di tempat-tempat kuburan semacam itu kadang-kadang ditemukan bangunan batu besar lainnya sebagai pelengkap pemujaan terhadap roh nenek moyang seperti menhir, patung nenek moyang, batu saji, batu lesung atau lumpang, batu dakon, punden berundak, pelinggih batu atau jalanan batu.
Di Bondowoso ditemukan dolmen, sarkofagus, menhir, arca megalitik, dan batu kenong. Di Besuki juga ditemukan dolmen semu dan sarkofagus. Di Bojonegoro dan Tuban ditemukan peti kubur batu yang oleh penduduk setempat dinamakan kubur kalang. Di tempat lain di Jawa Tengah juga ditemukan benda-benda megalitik, seperti di Rembang ditemukan kursi-kursi batu, di Banyumas dan Purbalingga ditemukan punden berundak. Di Banten dan Bogor (Jawa Barat) juga ditemukan punden berundak sementara di kuningan ditemukan menhir. Di Pasemah, Sumatera Selatan dan di Sulawesi Tengah juga ditemukan menhir dan patung nenek moyang. Di Keliki dan Tegalang, Bali, ditemukan sarkofagus.

2)      Masa perundagian : Budaya Megalithik dan Budaya Logam
a.    Asal-usul manusia
Periode perundagian dimulai pada zaman logam, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu. Pada periode ini, besi dan perunggu mulai digunakan oleh masyarakat. besi dan perunggu digunakan untuk membuat berbagai macam peralatan seperti peralatan rumah tangga, berburu, berkebun  dan pertanian. Akan tetapi dengan bertambahnya berbagai macam ragam peralatan, hal ini membuat tidak semua orang mampu membuatnya, karena pembuatan masing-masing jenis barang membutuhkan seorang ahli dalam bidangnya. 
Dengan menggunakna peralatan yang terbuat dari logam, kehidupan manusia berlangsung dengan lebih baik sehingga mereka dapat mengahasilkan berbagai macam barang dan bahan makanan yang lebih banyak sehingga produksi makanan menjadi surplus.

Kondisi inilah yang telah mendorong manusia pada zaman ini untuk melakukan perdagangan. Perdagangan yang terjadi tidak hanya terbatas pada lingkup daerah saja, tetapi sudah lintas pulau bahkan samudra.

Pada zaman ini, masyarakat sudah mengenal daerah perdagangan, baik untuk mencari produsen, yaitu tempat aalnya barang mentah atau barang jadi, maupun untuk mencari konsumen, yaitu tempat memasarkan barang dagangannya.

b.   Corak kehidupan sosial-ekonomi
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh norma-norma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya. Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat.
Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin. Sistem mata pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan. Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah. Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma dengan bersawah. Dalam bertani berhuma ada kebiasaan meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan dalam bertani bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah menggunakan pupuk yang membantu kesuburan tanah. Dengan demikian masyarakat tidak akan meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau, dan alat-alat yang lainnya.


c.    Hasil-hasil kebudayaan
Benda-benda hasil budaya pada masa perundagian antara lain.

1.    Nekara
Nekara ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Pulau Sangean, Roti, Selayar dan di Kepulauan Kei. Nekara dianggap sebagai barang suci. Menurut hasil penyelidikan diperoleh keterangan bahwa nekara hanya digunakan untuk upacara-upacara
2.    Kapak corong (sepatu)
Bemda seperti ini ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau Selayar dan Irian. Jenisnya sangat banyak misal ada yang besar memakai hiasan, ada kecil bersahata, dan ada yang bulat.
3.    Cendrasa
Benda ini berupa kapak yang terbuat dari perunggu dan hanya digunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara, ditemukan antaralain di Jawa Barat, Yogyakarta, dan Rembang.
4.    Bejana perunggu
Bejana jenis ini ditemukan di Sumatra dan Madura.
5.    Arca-arca perunggu
Mempunyai bentuk dan ukuran berbagai macam. Arca-arca itu menggambarkan berbagai macam kegiatan manusia pada masa itu. Arca-arca ini ditemukan antara lain di Riau (Bangkinang), Palembang, Bogor, dan Lumajang.
6.    Alat-alat dari Besi
Benda-benda dari besi yang ditemukan antara lain berfungsi sebagai alat keperluan sehari-hari dan senjata, namun seringkali merupakan bekal kubur.
7.    Gerabah
Pada masa perundagian pembuatan gerabah mengalami kemajuan yang pesat dari masa sebelumnya. Gerabah mempunyai fungsi yang penting dalam upacara-upacara dan kepentingan rumah tangga.
8.    Manik-manik
Pada masa perundagian ini manik-manik dibuat dari berbagai macam bahan seperti kaca, tanah liat yang dibakar, batu akik (kornalin) dengan dan bentuk serta warna. Manik-manik selain berfungsi sebagai benda pusaka juga digunakan sebagai alat jual beli.

d.   Bentuk kepercayaan
Kepercayaan pada masa perundagian merupakan kelanjutan kepercayaan pada masa bercocok tanam. Pada masa perundagian, terdapat kepercayaan bahwa arwah nenek moyang mempunyai pengaruh besar terhadap perjalanan hidup manusia dan masyarakatnya. Karena itu, arwah nenek moyang harus selalu diperhatikan dan dipuaskan melalui upaara-upacara. Benda upacara terbuat dari perunggu.

Upacara-upacara dilakukan sesuai dengan tempat tinggalnya dan intinya sama, yaitu penghormatan atau pemujaan pada leluhur. Orang memuja ruh nenek moyang untuk meminta perlindungan. Upacara-upacara tersebut sangat erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Banyaknya peninggalan bangunan untuk pemujaan masa perundagian menunjukkan bahwa kedudukan kepercayaan masa itu sangat penting.

Pada masa perundagian, manusia purba untuk dapat berhadapan langsung dengan ruh nenek moyang dibuatkan patung-patung nenek moyang. Pada patung-patung itulah ruh nenek moyang diam. Cara lain untuk berhadapan dengan ruh nenek moyang ialah dengan jalan memanggilnya. Orang yang dapat memanggil ruh adalah pada dukun (saman). Praktek itu disebut samanisme. Ruh nenek moyang disebut juga hyang (eyang). Hyang-hyang itu bersemayam di tempat-tempat tinggi yang bergunung-gunung.





 


TUGAS KELOMPOK
SEJARAH INDONESIA







 




















Disusun Oleh :

Kelompok 4
-          Tia Isdayanti
-          Pina Nur Maulidah
-          Pupu Marpuah
-          Indri Nur Lutfiyani
-          Mira Sudianti
-          Cecep Ginanjar








MADRASAH ALIYAH NEGERI RANCAH

2014

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Bonus Video Klip

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes