Minggu, 18 Agustus 2013

Makalah Candi Borobudur

Makalah Candi Borobudur


Nama Borobudur

Perkuliahan.com, menyebutkan bahwa Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya “gunung” (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan “para Buddha” yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata “bara” dan “beduhur”. Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan lain di mana bara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya kompleks candi atau biara dan beduhur artinya ialah “tinggi”, atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti “di atas”. Jadi maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.

Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada 1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti Karangtengah dan Kahulunan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang disebut Bhūmisambhāra.  Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal, bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa sansekerta yang berarti “Bukit himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa”, adalah nama asli Borobudur.

Sejarah Borobudur

Strategisnya lokasi Candi Borobudur yang megah dan kokoh sudah banyak dituliskan oleh beberapa peneliti dan arkeolog (Sutanto, 2005). Tetapi banyak peneliti yang sampai dengan sekarang masih belum dapat memastikan kapan didirikannya Candi Borobudur. Tetapi perkiraan berdirinya candi tersebut didasarkan pada tulisan singkat yang dipahatkan diatas pigura relief-relief yang terdapat di kaki candi, yaitu kurang lebih pada akhir abad ke 8 sampai awal abad ke 9, atau sekitar tahun 800 Masehi.

Candi Borobudur berada dalam kerangka abad keemasan wangsa Syailendra, yakni antara abad 8  sampai dengan abad 9. Kejayaan ini ditandai dengan dibangunnya sejumlah besar bangunan candi-candi yang tersebar di Pulau Jawa dan Sumatra. Beberapa prasasti menunjukkan bahwa candi Borbudur merupakan ekspresi wangsa Syailendra untuk menjunjung tinggi dan mengagungkan agama Budha Mahayana.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa candi Borobudur dibangun pada saat masa kepemimpinan Raja dari wangsa Syailendra yang sangat terkenal, yaitu Samaratungga, sekitar tahun 800-an Masehi. Pada masa itu, pembangunan candi ini diyakini dengan menghiasi/menambahkan bebatuan pada wilayah perbukitan alami, sehingga Borobudur diyakini merupakan tumpukan batu yang diletakkan di atas bukit yang menjulang tinggi. Batu yang disusun menjadi candi tersebut merupakan batu andesit sebanyak 55.000 m3, dengan bangunan berbentuk limas yang berjenjang yang dilengkapi tangga naik di keempat sisinya. Pada masa pemerintahan Raja Samaratungga candi Borobudur digunakan sebagai pusat kegiatan religius dan pemujaan serta ziarah pada masa Raja Samaratungga. Selain itu, candi ini juga dikenal sebagai centre of knowledge dan pusat kebudayaan agama Budha Mahayana, serta pusat kehidupan dan perekonomian masyarakat pada era wangsa Syailendra.

Kejayaan Borobudur diyakini bertahan selama 150 tahun dan berangsur pudar dan cenderung mengalami kehancuran seiring dengan runtuhnya kejayaan wangsa Syailendra, yang digantikan oleh tumbuh dan berkembangnya era Kerajaan Mataram di tahun 930 (atau kira-kira abad ke 10).  Perubahan ini membawa dampak pada bergesernya pusat kebudayaan dan kehidupan masyarakat kearah timur, yaitu di Jogjakarta. Dampak lain pergantian kekuasaan ini adalah hancur dan rusaknya candi Borobudur, hingga pada akhirnya terlupakan dan hilang di telan masa.

Orang yang berjasa merestorasi dan mengangkat bangunan candi Borobudur dari kegelapan dan kepunahan adalah Sir Thomas Stanford Rafles pada tahun 1814. Rafles adalah seorang Letnan Gubernur Jenderal Inggris yang berkuasa menjajah Indonesia pada tahun 1811-1816. Usaha Rafles tersebut diteruskan oleh seorang Residen Kedu yang bernama Hartman, dengan melakukan pembersihan puing-puing dari kotoran tanah dan lumpur (tanah dan lumpur ini diyakini merupakan sisa lava dan erupsi lutusan salah satu Gunung berapi yang ada pada saat itu).

Struktur Borobudur

Candi Borobudur memiliki struktur dasar punden berundak, dengan enam pelataran berbentuk bujur sangkar, tiga pelataran berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua pelatarannya beberapa stupa.

Sepuluh pelataran yang dimiliki Borobudur menggambarkan secara jelas filsafat mazhab Mahayana. Bagaikan sebuah kitab, Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha.

Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau “nafsu rendah”. Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.

Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.

Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar.

Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau disebut juga unfinished Buddha, yang disalahsangkakan sebagai patung Adibuddha, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung pada stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. menurut kepercayaan patung yang salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung seperti ini.

Di masa lalu, beberapa patung Buddha bersama dengan 30 batu dengan relief, dua patung singa, beberapa batu berbentuk kala, tangga dan gerbang dikirimkan kepada Raja Thailand, Chulalongkorn yang mengunjungi Hindia Belanda (kini Indonesia) pada tahun 1896 sebagai hadiah dari pemerintah Hindia Belanda ketika itu.

Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia. Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur Mandala. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu seperti balok-balok Lego yang bisa menempel tanpa lem.

Relief Borobudur

Di setiap tingkatan dipahat relief-relief pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka.

Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.

Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah sebagai berikut.







Bagan Relief
   

Tingkat
   

Posisi/letak
   

Cerita Relief
   

Jumlah Pigura
Kaki candi asli     - —–     Karmawibhangga     160 pigura
Tingkat I     - dinding     a. Lalitawistara     120 pigura
——-     - —–     b. jataka/awadana     120 pigura
——-     - langkan     a. jataka/awadana     372 pigura
——-     - —–     b. jataka/awadana     128 pigura
Tingkat II     - dinding     Gandawyuha     128 pigura
——–     - langkan     jataka/awadana     100 pigura
Tingkat III     - dinding     Gandawyuha     88 pigura
——–     - langkan     Gandawyuha     88 pigura
Tingkat IV     - dinding     Gandawyuha     84 pigura
——–     - langkan     Gandawyuha     72 pigura
——–     Jumlah     ——–     1460 pigura

Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :

Karmawibhangga

Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir – hidup – mati (samsara) yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.

Lalitawistara

Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari turunnya Sang Buddha dari sorga Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti “hukum”, sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.

Jataka dan Awadana

Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Sesungguhnya, pengumpulan jasa/perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.

Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur jataka dan awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair Aryasura dan jang hidup dalam abad ke-4 Masehi.

Gandawyuha

Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.

v  Arca Borobudur

Selain wujud buddha dalam kosmologi buddhis yang terukir di dinding, di Borobudur terdapat banyak arca buddha duduk bersila dalam posisi lotus serta menampilkan mudra atau sikap tangan simbolis tertentu.

Patung buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan di sisi luar pagar langkan. Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar langkan pertama terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung , baris keempat 72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total terdapat 432 arca Buddha di tingkat Rupadhatu. Pada bagian Arupadhatu (tiga pelataran melingkar), arca Buddha diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang (berlubang). Pada pelataran melingkar pertama terdapat 32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya total 72 stupa. Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak (kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini, kepala buddha sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar negeri).

Secara sepintas semua arca buddha ini terlihat serupa, akan tetapi terdapat perbedaan halus diantaranya, yaitu pada mudra atau posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra: Utara, Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama kompas menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra: Utara, Timur, Selatan, dan Barat, dimana masing-masing arca buddha yang menghadap arah tersebut menampilkan mudra yang khas. Arca Buddha pada pagar langkan kelima dan arca buddha di dalam 72 stupa berterawang di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat. Masing-masing mudra melambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing dengan makna simbolisnya tersendiri.

Mengikuti urutan Pradakshina yaitu gerakan mengelilingi searah jarum jam dimulai dari sisi Timur, maka mudra arca-arca buddha di Borobudur adalah:
     

Mudra
   

Melambangkan
   

Dhyani Buddha
   

Arah Mata Angin
   

Lokasi Mudra
      Bhumisparsa mudra     Memanggil bumi sebagai saksi     Aksobhya     Timur     Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi timur
      Wara mudra     Kedermawanan     Ratnasambhawa     Selatan     Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi selatan
    Dhyana mudra     Semadi atau meditasi     Amitabha     Barat     Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi barat
    Abhaya mudra     Ketidakgentaran     Amoghasiddhi     Utara     Relung di pagar langkan 4 baris pertama Rupadhatu sisi utara
    Witarka mudra     Akal budi     Wairocana     Tengah     Relung di pagar langkan baris kelima (teratas) Rupadhatu semua sisi
      Dharmachakra mudra     Pemutaran roda dharma     Wairocana     Tengah     Di dalam 72 stupa di 3 teras melingkar Arupadhatu



B. BOROBUDUR SEBAGAI SITUS PENINGGALAN BANGSA INDONESIA

Mungkin sebagian orang Indonesia maupun pembaca pernah diajarkan di sekolah bahwa candi borobudur adalah salah satu dari 7 keajaiban di dunia. Tetapi di dalam daftar “Wonders of the World” (keajaiban di dunia) dan “Seven Wonders of the World” (tujuh keajaiban di dunia),  tidak atau belum pernah sama sekali borobudur disebutkan sebagai salah satu dari tujuh keajaiban di dunia.

Fakta yang benar borobudur adalah salah satu “World Heritage Site” (Situs Peninggalan Dunia) yang diakui oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientifiec, and Cultural Organization) pada tahun 1991. UNESCO sendiri adalah suatu lembaga internasional yang berkiprah dalam bidang pendidikan, pengetahuan, dan kebudayaan yang didirikan di bawah naungan PBB. Badan dunia ini mencatat ada sekitar 850 bangunan peninggalan penting dari seluruh wilayah di dunia, dan borobudur merupakan salah satunya. Saat diadakan pemilihan  7 keajaiban dunia yang baru, UNESCO sendiri merasa kesulitan dalam memilih hanya 7 bangunan saja sebagai keajaiban dunia dari sekian banyak situs peninggalan. Agar berlangsung dengan baik, diterapakan sistem polling (pemungutan suara) dalam memilih 7 tempat tersebut pada 7 Juli 2007. Namun setelah hasil didapat, borobudur tidak termasuk salah satu dari  tujuh keajaiban dunia. Berikut adalah daftar dari tujuh keajaiban di dunia dari berbagai versi:

    Keajaiban Dunia Kuno
    Keajaiban Dunia Pertengahan
    Keajaiban Dunia Alami
    Keajaiban Dunia Bawah Air
    Keajaiban Dunia Modern
    7 Keajaiban Dunia Baru

    Tujuh Keajaiban Dunia Kuno

Pencetus awal daftar ini adalah Antipater Sidon, yang membuat daftar struktur dalam sebuah puisi (sekitar 140 SM).

    “Aku telah melihat tembok Babilonia yang agung yang di atasnya terbentang jalanan untuk kereta-kereta perang, dan patung Zeus di Alfeus, dan taman-taman gantung, dan Kolosus Matahari, dan karya besar yang membangun piramida-piramida tinggi, serta kuburan yang besar dari Mausolus; namun ketika aku melihat rumah Artemis yang menjulang ke awan-awan, yang lain itu semuanya kehilangan keindahannya, dan aku berkata, ‘Tengoklah, selain Olympus, Matahari tidak pernah lagi melihat apapun yang sedemikian agung.’” (Antipater, Greek Anthology IX.58)



    Colossus Rodos — patung Helios yang sangat besar, dibuat sekitar tahun 292–280 SM oleh Chures, sekarang Yunani.
    Taman Gantung Babilonia — dibuat oleh Nebukadnezar II, sekitar abad ke-8 SM–abad ke-6 SM, sekarang Irak.
    Mausoleum Mausolus — makam Mausolus, satrap Persia, Caria, dibuat pada tahun 353–351 SM, di kota Halicarnassus, sekarang Bodrum, Turki.
    Mercusuar Iskandariyah — mercusuar dibangun sekitar tahun 270 SM di pulauPharos dekat Alexandria pada masa pemerintahan Ptolemeus II oleh arsitek Yunani Sostratus, sekarang Mesir.
    Piramida Giza — dipakai sebagai makam untuk firaun Mesir Khufu, Khafre, dan Menkaure, sekarang Mesir. Dibangun pada dinasti ke-4 Mesir (sekitar 2575– sekitar 2465 SM)
    Patung Zeus — berada di Olympia, dipahat oleh pemahat Yunani Fidias, kira-kira 457 SM sekarang Yunani.
    Kuil Artemis — 550 SM, di Efesus, sekarang Turki.

Sejarawan Herodotus, orang pintar Callimachus dari Kirene (kira-kira 305 SM – 240 SM), teknisi Filon dari Bizantium telah membuat daftar yang lebih awal namun tulisan-tulisan ini tidak ada yang terselamatkan, kecuali hanya sebagai referensi.

Read more: http://www.perkuliahan.com/makalah-tentang-candi-borobudur/#ixzz2cKONhkh7

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Bonus Video Klip

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes