Doni (26), sebut saja begitu, ia adalah seorang pemuda yang dilahirkan dalam keluarga bahagia dan berkecukupan. Masa kecilnya sangat menyenangkan. Masih melekat dalam ingatannya sentuhan kasih sayang orang tua, dan juga lingkungan dimana ia dibesarkan, sungguh sangat menyenangkan. Masa kecil adalah masa-masa paling bahagia dalam hidupnya. Tetapi jauh berbeda dengan kehidupannya setelah dibelenggu oleh narkoba. Ia merasakan bahwa hidupnya seperti telah berakhir. Tak ada gairah, tak ada semangat dan tak ada masa depan.
Masa kecil Doni, diwarnai dengan pergaulan yang sehat, dan menyenangkan. Kedua orang tuanya sangat perhatian dan penuh kasih sayang. Doni termasuk anak yang dimanjakan, baik materi maupun sentuhan kasih sayang. Doni tumbuh menjadi remaja yang penuh percaya diri dan bersemangat dalam hidupnya.
Memasuki usia remaja, dilalui Doni dengan semangat yang membara. Ia terkenal sebagai remaja yang cerdas, penuh percaya diri dan selalu bersemangat. Dalam lingkungan keluarga sejak kecil Doni telah dididik dengan menanamkan nilai-nilai agama, sebagai benteng dalam menghadapi pergaulan remaja. Doni tumbuh dengan segala fasilitas dan keluarga yang siap untuk memberikan bantuan kapanpun Doni perlukan. Kadang ada perasaan sombong menyembul dalam dirinya, ia merasa lebih hebat dari teman-temannya.
Sebagai remaja yang beranjak dewasa, Doni selalu tergoda untuk mencoba hal-hal yang baru. Apalagi secara finansial sangat mendukung, sehingga tidak ada kesulitan bagi Doni untuk mencoba-coba hal yang baru. Sebelum orang lain menggunakan HP, Doni sudah lebih dulu menggunakannya. Dikala teman-teman lain baru berangan-angan ingin punya mobil pribadi, Doni dengan mudah bisa memilikinya. Begitu juga hal-hal lain yang ingin dimiliki oleh remaja seusianya.
Dalam pergaulan sehari-hari, Doni memiliki banyak teman yang akrab, keakraban mereka sudah seperti saudara. Tidak ada hari yang dilewati tanpa kehadiran mereka. Mereka benar-benar sudah seperti saudara kandung.
Sekitar tahun 80-an, Doni mendapat tawaran sekolah ke luar negeri. Saat itu, Doni dihadapkan pada dua pilihan, tetap di Indonesia dan bergaul dengan teman-teman akrabnya atau sekolah ke luar negeri dengan resiko harus mandiri.
Singkat cerita, Doni diterima di salah satu sekolah di kota New York. Dan disanalah pertama kali ia berkenalan dengan narkoba. Di NY, orang-orang Indonesia tidak banyak. Kalaupun ada, mereka pasti anak-anak orang kaya. Bergaul dengan mereka, lambat laun gaya hidup Doni mulai berubah. Mereka selalu mencoba hal-hal baru, salah satunya adalah mencoba kenikmatan narkoba.
Doni sangat menikmati “pil setan” itu. Tanpa ia sadari, itulah awal kehancuran hidupnya. Hampir setiap hari Doni mengkonsumsi narkoba berbagai jenis, dari inex, ganja, heroin, hingga shabu. Setelah sekian lama mengkonsumsi narkoba, Doni mulai kecanduan Shabu-shabu dan sangat sulit untuk dapat lepas dari ketergantungannya. Jika sehari saja tidak memakai shabu, ia akan merasa tersiksa yang luar biasa. Sering ia berusaha untuk bunuh diri, karena tidak tahan dengan rasa sakit akibat shabu.
Kini sudah hampir tiga puluh tahun Doni terjerat dalam ketergantungan narkoba. Segala jenis obat-obatan, doktor, dan terapi telah ia jalani supaya bisa lepas diri dari kecanduan narkoba. Tapi sungguh sulit untuk bebas dari ketergantungan narkoba itu.
Saat ini, Doni tengah menjalani terapi pemulihan di suatu daerah di Jawa Barat. Ia menitipkan pesan kepada siapa saja, terutama generasi muda, jangan sekali-kali mencoba narkoba. Narkoba adalah sesuatu yang sangat berbahaya dan bersifat mengikat. ?Sekali mencoba, maka anda akan terjerat selamanya. Tiidak peduli apapun jenis obat yang anda coba, anda akan tetap berpotensial untuk terjerat dan menjadi pecandu narkoba,? pesan Doni. (*)
0 komentar:
Posting Komentar