C. Corak kehidupan dan
hasil-hasil budaya manusia pada masa praaksara Indonesia
Masa
prasejarah atau praaksara merupakan masa kehidupan manusia sebelum mengenal
tulisan. Pada masa ini, kehidupan manusia masih sangat primitif. Namun, manusia
pada masa ini tetaplah makhluk hidup. Mereka hidup, bergerak, dinamis,
berpikir, bahkan memiliki berbagai kebutuhan seperti halnya kita. Perbedaannya,
mereka masih sangat primitif sehingga dengan segala keterbatasannya mereka
melakukan segala aktivitas dengan sangat sederhana.
Zaman
praaksara sering juga disebut sebagai zaman prasejarah atau zaman nirleka. Nir
artinya tidak dan leka artinya tulisan. Jadi kesimpulannya, pada zaman ini
manusia masih belum mengenal tulisan. Batas antara zaman prasejarah dan zaman
sejarah adalah dengan ditemukannya tulisan dalam kebudayaan manusia.
Dimulainya
zaman sejarah pada setiap bangsa itu berbeda-beda, hal itu tergantung dari
tingkat peradaban masing-masing bangsa. Bangsa yang pertama kali menggunakan
tulisan dalam kebudayaan mereka adalah bangsa sumeria. Sekitar 3000 tahun
sebelum masehi, mereka terbukti telah membuat ukiran diatas tanah liat , yang
dipercaya berisikan simbol-simbol yang merepresentasikan angka-angka.
Berdasarkan
penemuan-penemuan hasil kebudayaannya yang memiliki karakteristik yang berbeda
antara satu masa dengan yang lainnya, maka corak kehidupan masyarakat praaksara
(prasejarah) menurut para ahli sejarah dapat dibagi menjadi tiga masa, yaitu :
- Masa berburu dan mengumpulkan makanan, pada masa ini
ditemukan peralatan-peralatan yang berhubungan dengan kegiatan berburu dan
terbuat dari batu.
- Masa bercocok tanam, pada masa ini ditemukan
peralatan-peralatan yang digunakan sebagai alat bercocok tanam (pertanian)
yang sederhana (masih terbuat dari batu).
- Masa perundagian, pada masa ini ditemukan
peralatan-peralatan yang telah menggunakan bahan dasar logam.
Hasil-Hasil Budaya Manusia Pada Masa Praaksara Indonesia
- Hasil Kebudayaan Paleolithikum
Kebudayan paleolithikum
merupakan kebudayaan batu, dimana manusia masih mempergunakan
peralatan yang terbuat dari batu, serta teknik pembuatanya masih kasar. Secara
garis besar, kebudayaan paleolithikum dibedakan:
a. Kebudayaan
Pacitan
, ditemukan oleh Von
Koenigswald, alat yang ditemukan berupa kapak genggam, serta alat serpih yang
masih kasar, yang diperkirakan hasil kebudayaan manusia jenis Meganthropus.
merupakan hasil kebudayaan
yang ditemukan di daerah Ngandong, Ngawi, Jawa Timur, alat
yang ditemukan berupa peralatan yang
terbuat dari tulang dan tanduk rusa, yang diperkirakan sebagai alat penusuk,
belati, atau mata tombak.
- Kebudayaan Mesolithikum,
atau kebudayaan jaman batu
madya. Hasil peninggalan kebudayaan adalah ditemukannya kebudayaan Kjokkenmoddinger dan
kebudayaan abris
sous roche. Kjokkenmoddinger merupakan sampah dapur yang berupa tumpukan
kulit kerang, yang di dalamnya ditemukan kapak genggam/pebble dan kapak pendek. Abris sous roche,
merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua, ditemukan peralatan dari
batu yang sudah diasah, serta peralatan dati tulang dan tanduk. Banyak
ditemukan di daerah Bojonegoro, Sulawesi Selatan, serta Besuki.
- Kebudayaan Neolithikum
, merupakan hasil
kebudayaan jaman batu baru, dengan pembuatan yang lebih sempurna, serta
lebih halus dan disesuaian dengan fungsinya. Alat pada masa ini digunakan untuk
pertanian dan perkebunan. Alat yang terkenal dari masa ini adalah kapak persegi
dan belinug persegi. Kapak persegi mirip dengan cangkul, digunakan untuk
kegiatan persawahan dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kapak lonjong
adalah alat dari batu yang diasah dan berbentuk lonjong seperti bulat telur.
Daerah penemuannya di Indonesia timur, seperti Minahasa dan Papua.
4. Kebudayaan Logam
disebut juga hasil
kebudayaan dari masa perundagian. Disebut sebagai masa perundagian karena
manusia sudah mulai mengenal dan menguasai teknologi tahap awal, dengan mulai
mengembangkan ketrampilan pertukangan untuk membuat peralatan yang sesuai
kebutuhan hidup.Pada masa itu sudah dikenal peralatan yang terbuat dari
perunggu dan besi. Berikut ini merupakan peninggalan dari masa perundagian:
- peralatan dari besi,yang
berupa beliung, cangkul, mata pisau, mata tombak dan sabit
- Gerabah,
yakni peralatan yang terbuat dari tanah liat,
- Pakaian,
merupakan pakaian yang terbuat dari kulit kayu,
- Perhiasan,
berupa gelang dan kalung, baik yang terbuat dari batu dan kerang, maupun
yang terbuat dari perunggu,
- Nekara,
merupakan tambur yang berbentuk seperti dandang terbalik, digunakan dalam
upacara pemujaan, sehingga alat ini di anggap suci. Banyak ditemukan di
Sumatra, Jawa, Bali, Sumbawa, Pulau Selayar, Pulau Roti.
- Kapak perunggu
atau juga disebut kapak corong atau kapak sepatu.
5. Kebudayaan Megalithikum,
ditandai dengan munculnya
bangunan-bangunan yang dianggap suci dengan menggunakan batu-batu yang
berukuran besar. Kebudayaan megalitik banyak berhubungan dengan kegiatan
keagamaan terutama dalam kegiatan pemujaan roh nenek moyang. Hasil kebudayaan
megalitikum antara lain:
a. Menhir, merupakan tiang atau tugu
batu yang digunakan untuk pemujaan dan peringatan akan roh nenek moyang.
b. Dolmen, merupakan bangunan seperti
meja yang terbuat dari batu yang digunakan untuk meletakan sesaji dan pemujaan
arwah nenek moyang.
c.
Sarkofagus dan Kubur batu
merupakan keranda
yang terbuat dari batu, dan kubur batu yang terbuat dari lempengan batu.
d. Punden
berundak,
merupakan bangunan untuk pemujaan dan tersusun secara bertingkat.
1)
Masa Bercocok Tanam, Budaya
Neo Iithik
a.
Asal-usul manusia
Ketika
kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi oleh alam, manusia tidak perlu bersusah
payah menghasilkan dan mengolah makanan, mereka cukup mengambilnya dari alam.
Akan tetapi, ketika alam tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan hidup, manusia
praaksara (prasejarah) tidak lantas berdiam diri. mereka mulai memikirkan
bagaimana caranya untuk menghasilkan makanan (food producing). Dari sinilah muncul bahwa manusia perlu mengolah
alam. Dengan demikian corak kehidupan manusia pun berubah dari berburu dan
mengumpulkan (meramu) makanan menjadi bercocok tanam.
Pada
awal bercocok tanam, mereka melaksanakan peladangan berpindah atau pertanian
lahan kering (shifting cultivation).
Pelaksanaan system ini dilakukan dengan cara membuka hutan untuk ditanami dan
mereka akan berpindah lokasi pertanian ke lahan yang lain apabila dirasa lahan
yang mereka tanami sudah tidak produktif lagi. System peladangan dapat
dilaksanakan oleh mereka ketika jumlah penduduknya masih sedikit, dan hutan
sebagai lahan pertanian masih luas. Karena jumlah penduduk bertambah, kebutuhan
bahan makanan semakin banyak dan akibatnya system perladangan lambat laun
menjadi tidak efektif lagi, ditambah lahan pertanian yang diubah menjadi lahan
pemukiman.
Masyarakat
awal mulai memikirkan cara mengatasi hal ini sampai akhirnya mereka menemukan
jalan keluarnya, yaitu dengan jalan pertanian yang menetap dan mempertahankan
kesuburan tanah dengan pemupukan. Pertanian menetap dilakukan di lahan kering
maupun lahan basah. Jenis tanaman di lahan kering meliputi sayuran dan jenis
yang biasa pada lahan perladangan, yaitu padi, keladi, ubi jalar,
kacang-kacangan, dan berbagai jenis tanaman musiman serta tahunan seperti
buah-buahan dan biji-bijian.
b.
Corak kehidupan sosial-ekonomi
Setelah kehidupan masa berburu dan
mengumpulkan makan terlampau maka manusia mengingkatkan ke suatu masa, yaitu
masa bercocok tanam. Masa ini sangat penting bagi sejarah perkembangan
masyarakat dan peradaban karena pada masa ini beberapa penemuan baru berupa
penguasaan sumber – sumber ala bertambah cepat. Hewan dan tumbuhan mulai
dipelihara dan diizinkan. Untuk membuka tanah pertanian mereka gunakan dengan
cara menebang dan membakarnya sehingga terciptalah sawah ladang yang bisa
ditanam. Untuk mencukupi kebutuhan protein hewan mereka tetap berburu binatang
di hutan serta menangkap ikan di sungai atau laut.
Pada masa ini tanda – tanda kehidupan menetap sudah mulai
nampak. Mereka hidupa berkelompok di tempat tinggi atau rumah panggung. Mereka
sudah mulai memikirkan kebutuhan bersama, bekerja sama, gotong – royong, dan
sebagainya. Populasi mereka makin lama makin tambah besar sehingga kebutuhan
mereka makin besar pula. Bertempat tinggal di perkampungan menimbulkan berbagai
macam akibat yang sebelumnya tidak ada. Mereka bertempat tinggal tetap tidak
berpindah – pindah sehingga sampah makin lama makin menumpul dan menimbulkan
polusi lingkungan.
Kehidupan budaya pada masa bercocok tanam sudah
menunjukkan adanya kemajuan yang berarti. Menemabg hutan, membersihkan semak
belukar, menabur benih, memetik hasil, berburu. Membuat gerabah, dan menagkap
ikan semuanya dengan cara bergotong – royong. Biarpun demikian pembagian antara
laki – laki dan perempuan sudah nampak jelas. Laki – laki bisanya berburu
kerena membutuhkan tenaga yang banyak, menangkap ikan di laut lepas, membangun
rumah, membuka hutan. Sementara perempuan tugasnya menangkap ikan di sungai
dekat rumahnya, membuat gelisah, membimbing anak – anaknya, menabur benih,
memetik hasilnya. Dengan demikian terjalin kerja sama dan saling mengisi dalam
kehidupan rumah tangga. Kepentingan masyarakat berada di bawah kepentingan
pribadi. Semua itu berjalan karena melalui komunikasi yang murni serta dipimpin
oleh seorang kepala yang dipatuhi bersama sama serta jujur.
Alat- alat yang dihasilkan pada masa bercocok taman
adalah beliung persegi fungsinya sebagai cangkul kapak karena bentuknya
lonjong. Benda –benda tersebut banyak ditemukan di daerah Maluku, Irian Jaya,
dan Sulawesi Utara , Mata panah sebagai mata tombak untuk berburu, gerabah dan
perhiasan.
c.
Hasil-hasil budaya
Hasil-hasil
kebudayaan masyarakat pada tahapan kehidupan bercocok tanam antara lain.
a. Beliung persegi
Umumnya berbentuk memanjang dengan penampang lintang persegi semua bagian beliung ini diasah secara halus kecuali pada bagian pangkalnya yang merupakan tempat ikatan tangkai. Beliung persegi ini ditemukan antara lain di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.
Umumnya berbentuk memanjang dengan penampang lintang persegi semua bagian beliung ini diasah secara halus kecuali pada bagian pangkalnya yang merupakan tempat ikatan tangkai. Beliung persegi ini ditemukan antara lain di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Sulawesi.
b. Kapak lonjong
Kapak ini mempunyai bentuk yang lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagian yang tajam, kapak ini memiliki ketajaman yang simetris, pada umumnya kapak ini terbuat dari batu kali berwarna kehitam-hitaman. Di Indonesia kapak ini hanya ditemukan dibagian timur yaitu Sulawesi, Sangihe-Talaud, Flores, Maluku, Leti, Tanibar, dan Irian.
Kapak ini mempunyai bentuk yang lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagian yang tajam, kapak ini memiliki ketajaman yang simetris, pada umumnya kapak ini terbuat dari batu kali berwarna kehitam-hitaman. Di Indonesia kapak ini hanya ditemukan dibagian timur yaitu Sulawesi, Sangihe-Talaud, Flores, Maluku, Leti, Tanibar, dan Irian.
c. Gerabah
Pada awalnya, pembuatan gerabah masih sangat sederhana yaitu dikerjakan dengan tangan. Gerabah ini ditemukan antara lain di Anyer, Kendenglembu (Banyuwangi), Klapadua (Bogor), Serpong (Tangerang), Plawangan, Gilimanuk, dan disekitar bekas danau Bandung.
Pada awalnya, pembuatan gerabah masih sangat sederhana yaitu dikerjakan dengan tangan. Gerabah ini ditemukan antara lain di Anyer, Kendenglembu (Banyuwangi), Klapadua (Bogor), Serpong (Tangerang), Plawangan, Gilimanuk, dan disekitar bekas danau Bandung.
d. Mata panah
Alat ini digunakan untuk kehidupan berburu. Tempat-tempat penting penemuan mata panah ini ada di Jawa Timur, yaitu di Sampung (Gua Lawa), Tuban (Gua Gede dan Kandang), Besuki (Gua Petpuruh), Bojonegoro (Gua Kramat dan Lawang), dan Punung (yang tersebar dipermukaan bukit-bukit kecil di Song Agung, Sembungan, Gunung Galuh). Di Sulawesi Selatan, mata panah ditemukan tersebar di beberapa gua di pegunungan kapur Maros.
Alat ini digunakan untuk kehidupan berburu. Tempat-tempat penting penemuan mata panah ini ada di Jawa Timur, yaitu di Sampung (Gua Lawa), Tuban (Gua Gede dan Kandang), Besuki (Gua Petpuruh), Bojonegoro (Gua Kramat dan Lawang), dan Punung (yang tersebar dipermukaan bukit-bukit kecil di Song Agung, Sembungan, Gunung Galuh). Di Sulawesi Selatan, mata panah ditemukan tersebar di beberapa gua di pegunungan kapur Maros.
e. Alat pemukul kulit kayu
Alat ini ditemukan di Kalimantan Tenggara (di Ampah) dan di Sulawesi Tengah (Kalumpang, Minanga Sipakka). Alat ini berguna untuk menyiapkan bahan pakaian dengan cara memukul-mukul kulit kayu sampai halus.
Alat ini ditemukan di Kalimantan Tenggara (di Ampah) dan di Sulawesi Tengah (Kalumpang, Minanga Sipakka). Alat ini berguna untuk menyiapkan bahan pakaian dengan cara memukul-mukul kulit kayu sampai halus.
f. Perhiasan
Pada masa ini perhiasan gelang dari batu dan kerang sudah dikenal. Bahan dasar perhiasan berasal alam yang ada disekitar seperti tanah liat, batu, dsb. Berbagai bentuk perhiasan sudah dikenal antara lain gelang, kalung, dsb. Perhiasan ini ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Pada masa ini perhiasan gelang dari batu dan kerang sudah dikenal. Bahan dasar perhiasan berasal alam yang ada disekitar seperti tanah liat, batu, dsb. Berbagai bentuk perhiasan sudah dikenal antara lain gelang, kalung, dsb. Perhiasan ini ditemukan di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
d.
Sistem kepercayaan
Pada
masa bercocok tanam, kepercayaan manusia purba masih bersifat animisme,
dinamisme, dan totemisme.
Namun, sudah lebih meningkat dibandingkan masa sebelumnya. Pada masa ini dilakukan
upacara-upacara penghormatan terhadap roh nenek moyang. Upacara yang paling
mencolok adalah upacara pada waktu penguburan terutama bagi meraka yang
dianggap terkemuka oleh masyarakat.
Orang yang mati biasanya
dibekali dengan bermacam-macam barang yang dipakai sehari-hari seperti periuk,
perhiasan, dan sebagainya yang dikubur bersama-sama. Maksudnya adalah agar roh
orang yang meninggal tidak akan tersesat dalam perjalanan menuju ke tempat
arwah nenek moyang atau asal-usul mereka. Jika tempat yang dianggap sebagai
tempat arwah terlalu jauh atau sukar dicapai, maka orang yang mati cukup
dikuburkan di suatu tempat dengan meletakkan badannya terarah ke sebuah tempat
yang dimaksud, yaitu tempat roh.
Pada masa bercocok tanam,
orang yang meninggal dunia mendapat penghormatan khusus. Ini dibuktikan dengan
banyak ditemukannya bendabenda berupa susunan batu besar dalam berbagai bentuk
dan biasanya disebut bangunan megalithikum. Bangunan megalitik tersebar hampir
di seluruh kepulauan Indonesia. Bentuk bangunan yang bermacam-macam itu
mempunyai maksud utama yaitu pemujaan terhadap arwah nenek moyang. Bangunan
yang paling tua mungkin berfungsi sebagai kuburan. Bentuk-bentuk tempat
penguburan dapat berupa: dolmen, peti batu, bilik batu, sarkofagus, kalamba
atau bejana batu, waruga, batu kandang dan temu gelang. Di tempat-tempat
kuburan semacam itu kadang-kadang ditemukan bangunan batu besar lainnya sebagai
pelengkap pemujaan terhadap roh nenek moyang seperti menhir, patung nenek
moyang, batu saji, batu lesung atau lumpang, batu dakon, punden berundak,
pelinggih batu atau jalanan batu.
Di Bondowoso ditemukan
dolmen, sarkofagus, menhir, arca megalitik, dan batu kenong. Di Besuki juga
ditemukan dolmen semu dan sarkofagus. Di Bojonegoro dan Tuban ditemukan peti
kubur batu yang oleh penduduk setempat dinamakan kubur kalang. Di tempat lain
di Jawa Tengah juga ditemukan benda-benda megalitik, seperti di Rembang
ditemukan kursi-kursi batu, di Banyumas dan Purbalingga ditemukan punden
berundak. Di Banten dan Bogor (Jawa Barat) juga ditemukan punden berundak
sementara di kuningan ditemukan menhir. Di Pasemah, Sumatera Selatan dan di
Sulawesi Tengah juga ditemukan menhir dan patung nenek moyang. Di Keliki dan
Tegalang, Bali, ditemukan sarkofagus.
2)
Masa perundagian : Budaya Megalithik dan Budaya Logam
a.
Asal-usul manusia
Periode
perundagian dimulai pada zaman logam, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu.
Pada periode ini, besi dan perunggu mulai digunakan oleh masyarakat. besi dan
perunggu digunakan untuk membuat berbagai macam peralatan seperti peralatan
rumah tangga, berburu, berkebun dan
pertanian. Akan tetapi dengan bertambahnya berbagai macam ragam peralatan, hal
ini membuat tidak semua orang mampu membuatnya, karena pembuatan masing-masing
jenis barang membutuhkan seorang ahli dalam bidangnya.
Dengan
menggunakna peralatan yang terbuat dari logam, kehidupan manusia berlangsung
dengan lebih baik sehingga mereka dapat mengahasilkan berbagai macam barang dan
bahan makanan yang lebih banyak sehingga produksi makanan menjadi surplus.
Kondisi
inilah yang telah mendorong manusia pada zaman ini untuk melakukan perdagangan.
Perdagangan yang terjadi tidak hanya terbatas pada lingkup daerah saja, tetapi
sudah lintas pulau bahkan samudra.
Pada
zaman ini, masyarakat sudah mengenal daerah perdagangan, baik untuk mencari
produsen, yaitu tempat aalnya barang mentah atau barang jadi, maupun untuk
mencari konsumen, yaitu tempat memasarkan barang dagangannya.
b.
Corak kehidupan sosial-ekonomi
Masyarakat
pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini
dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan
barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat
mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang memiliki
benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian sudah terjadi
pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi adanya pedagang
yang memperjualbelikan logam.
Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh norma-norma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya. Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat.
Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin. Sistem mata pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan. Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah. Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma dengan bersawah. Dalam bertani berhuma ada kebiasaan meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan dalam bertani bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah menggunakan pupuk yang membantu kesuburan tanah. Dengan demikian masyarakat tidak akan meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau, dan alat-alat yang lainnya.
Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh norma-norma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya. Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat.
Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin. Sistem mata pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami kemajuan. Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah. Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma dengan bersawah. Dalam bertani berhuma ada kebiasaan meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan dalam bertani bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen. Hal ini dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah menggunakan pupuk yang membantu kesuburan tanah. Dengan demikian masyarakat tidak akan meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau, dan alat-alat yang lainnya.
c.
Hasil-hasil kebudayaan
Benda-benda hasil
budaya pada masa perundagian antara lain.
1.
Nekara
Nekara ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Pulau Sangean, Roti, Selayar dan di Kepulauan Kei. Nekara dianggap sebagai barang suci. Menurut hasil penyelidikan diperoleh keterangan bahwa nekara hanya digunakan untuk upacara-upacara
Nekara ditemukan di Sumatra, Jawa, Bali, Pulau Sangean, Roti, Selayar dan di Kepulauan Kei. Nekara dianggap sebagai barang suci. Menurut hasil penyelidikan diperoleh keterangan bahwa nekara hanya digunakan untuk upacara-upacara
2.
Kapak
corong (sepatu)
Bemda seperti ini ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau Selayar dan Irian. Jenisnya sangat banyak misal ada yang besar memakai hiasan, ada kecil bersahata, dan ada yang bulat.
Bemda seperti ini ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa, Bali, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Pulau Selayar dan Irian. Jenisnya sangat banyak misal ada yang besar memakai hiasan, ada kecil bersahata, dan ada yang bulat.
3.
Cendrasa
Benda ini berupa kapak yang terbuat dari perunggu dan hanya digunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara, ditemukan antaralain di Jawa Barat, Yogyakarta, dan Rembang.
Benda ini berupa kapak yang terbuat dari perunggu dan hanya digunakan sebagai tanda kebesaran dan alat upacara, ditemukan antaralain di Jawa Barat, Yogyakarta, dan Rembang.
4.
Bejana
perunggu
Bejana jenis ini ditemukan di Sumatra dan Madura.
Bejana jenis ini ditemukan di Sumatra dan Madura.
5.
Arca-arca
perunggu
Mempunyai bentuk dan ukuran berbagai macam. Arca-arca itu menggambarkan berbagai macam kegiatan manusia pada masa itu. Arca-arca ini ditemukan antara lain di Riau (Bangkinang), Palembang, Bogor, dan Lumajang.
Mempunyai bentuk dan ukuran berbagai macam. Arca-arca itu menggambarkan berbagai macam kegiatan manusia pada masa itu. Arca-arca ini ditemukan antara lain di Riau (Bangkinang), Palembang, Bogor, dan Lumajang.
6.
Alat-alat
dari Besi
Benda-benda dari besi yang ditemukan antara lain berfungsi sebagai alat keperluan sehari-hari dan senjata, namun seringkali merupakan bekal kubur.
Benda-benda dari besi yang ditemukan antara lain berfungsi sebagai alat keperluan sehari-hari dan senjata, namun seringkali merupakan bekal kubur.
7.
Gerabah
Pada masa perundagian pembuatan gerabah mengalami kemajuan yang pesat dari masa sebelumnya. Gerabah mempunyai fungsi yang penting dalam upacara-upacara dan kepentingan rumah tangga.
Pada masa perundagian pembuatan gerabah mengalami kemajuan yang pesat dari masa sebelumnya. Gerabah mempunyai fungsi yang penting dalam upacara-upacara dan kepentingan rumah tangga.
8.
Manik-manik
Pada masa perundagian ini manik-manik dibuat dari berbagai macam bahan seperti kaca, tanah liat yang dibakar, batu akik (kornalin) dengan dan bentuk serta warna. Manik-manik selain berfungsi sebagai benda pusaka juga digunakan sebagai alat jual beli.
Pada masa perundagian ini manik-manik dibuat dari berbagai macam bahan seperti kaca, tanah liat yang dibakar, batu akik (kornalin) dengan dan bentuk serta warna. Manik-manik selain berfungsi sebagai benda pusaka juga digunakan sebagai alat jual beli.
d.
Bentuk kepercayaan
Kepercayaan pada masa perundagian
merupakan kelanjutan kepercayaan pada masa bercocok tanam. Pada masa perundagian, terdapat kepercayaan bahwa arwah
nenek moyang mempunyai pengaruh besar terhadap perjalanan hidup manusia dan
masyarakatnya. Karena itu, arwah nenek moyang harus selalu diperhatikan dan
dipuaskan melalui upaara-upacara. Benda upacara terbuat dari perunggu.
Upacara-upacara dilakukan sesuai dengan tempat tinggalnya
dan intinya sama, yaitu penghormatan atau pemujaan pada leluhur. Orang memuja
ruh nenek moyang untuk meminta perlindungan. Upacara-upacara tersebut sangat
erat hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Banyaknya peninggalan bangunan
untuk pemujaan masa perundagian menunjukkan bahwa kedudukan kepercayaan masa
itu sangat penting.
Pada masa perundagian, manusia purba untuk dapat berhadapan
langsung dengan ruh nenek moyang dibuatkan patung-patung nenek moyang. Pada
patung-patung itulah ruh nenek moyang diam. Cara lain untuk berhadapan dengan
ruh nenek moyang ialah dengan jalan memanggilnya. Orang yang dapat memanggil
ruh adalah pada dukun (saman). Praktek itu disebut samanisme. Ruh nenek moyang
disebut juga hyang (eyang). Hyang-hyang itu bersemayam di tempat-tempat tinggi
yang bergunung-gunung.
TUGAS KELOMPOK
SEJARAH INDONESIA
Disusun Oleh :
Kelompok 4
-
Tia Isdayanti
-
Pina Nur Maulidah
-
Pupu Marpuah
-
Indri Nur Lutfiyani
-
Mira Sudianti
-
Cecep Ginanjar
MADRASAH ALIYAH NEGERI RANCAH
2014
0 komentar:
Posting Komentar